Mahatma Gandhi. Ilustrasi Detik.com |
"Gandhi's use of Storytelling to bring about peaceful change in India." - Howard Gardner
Sebetulnya sederhana saja : story telling adalah menceritakan kembali apa yang kita alami, sesekali atau berulang kali.
Story telling syaratnya utamanya adalah kita dapat melihat atau mendengar. Setelah melihat atau mendengar, selanjutnya kita harus tertarik, untuk kita pikirkan baik-baik. Bila tidak tertarik, maka susah untuk menjadi sebuah cerita. Kemudian barulah kita ceritakan kepada orang lain.
Ceritakan dengan bahasa yang mudah dipahami, bahkan oleh anak-anak sekalipun. Dan story teller, pada hakikatnya ialah orang yang bercerita.
Tidak usah memasukkan analisa yang rumit dalam bercerita. Tidak usah pula semua rincian kejadian hingga sekecil-kecilnya, kita ungkapkan. Karena pada akhirnya, apa yang kita paparkan malah tidak dipahami orang karena terlalu rumit.
Misalnya cerita tentang bagaimana reaksi tubuh ini setelah makan buah mangga yang matang di pohon.
Kita tak perlu menjelaskan tentang zat-zat apa saja yang membuat buah mangga tersebut manis, tak usah pula kita mengajarkan tentang unsur hara apa saja yang membuat pohon mangga itu tumbuh subur. Apalagi memaparkan reaksi kimia tubuh kita saat buah mangga tersebut kita telan ke dalam perut.
Cukup ceritakan saja bahwa mangga yang matang di pohon, akan lebih segar daripada mangga yang matang oleh karung karbit. Dan tentunya, lebih menyehatkan bagi tubuh ini.
Singkat, jelas, dan meyakinkan.
Lalu apa itu visual story telling?
Ketika kita bisa merangkai kata-kata dan membuat kalimat yang mudah dipahami orang banyak, sejatinya kita telah berhasil menjadi seorang story teller. Namun sebelum ke visual story telling, kita harus memahami dulu jenis-jenis story telling. Seiring perkembangan jaman, story telling berkembang dalam berbagai bentuk.
Real story telling
Biasanya, ini dilantunkan dari sudut pandang ke dua. Sudut pandang kedua adalah sebuah cerita dari orang yang melihat langsung sebuah kejadian. Misalnya si A melihat aksi romantis si B saat merayu si C. Kemudian si A menyebut kejadian itu sebagai "Romantika BC" sehingga ketika orang mendengar cerita si A, maka orang-orang tersebut bisa menjadi pencerita sudut pandang ke tiga.
Pencerita sudut pandang ketiga, idealnya adalah mereka yang melihat reaksi si A saat melihat kejadian Romantika BC. Sehingga cerita dari sudut pandang ke tiga akan lebih kaya makna : mengetahui tentang Romantika BC tapi juga bisa menceritakan reaksi emosional si A. Namun sudut pandang orang ke tiga ini juga bisa didapat tidak hanya dengan melihat, tapi juga mendengarkan cara bercerita si A. Apakah si A bercerita dengan nada datar, antusias, atau sambil tertawa-tawa. Pada intinya real story telling masih berkutat di sekitar makna sebuah kejadian.
Story writing
Dan tingkatan kedua, yaitu bercerita lewat tulisan. Tingkatan kedua ini selain membutuhkan makna sebuah kejadian, juga melibatkan unsur lain yaitu media. Dan media yang dibutuhkan adalah media cetak. Story writing bisa dilakukan melalui cerita pendek (cerpen), novel, dan jaman sekarang melalui blog website. Sudut pandangnya, bisa dari yang sudut pandang kedua dan ketiga atau cerita dari sebuah cerita.
Old visual story telling
Tingkatan selanjutnya adalah lewat gambar. Namun gambar yang diberikan adalah gambar diam atau statis. Lantunan cerita menjadi semakin imajinatif ketika diwakili oleh gambar-gambar. Inilah salah satu penyebab lahirnya dengan gambar bercerita, yaitu karikatur, komik, hingga galeri foto dan essay foto. Namun untuk galeri dan essay foto, cukup sulit dilakukan melalui sudut pandang ketiga karena menemukan peristiwa langsung ibarat menemukan sekeping emas murni di pinggir jalan.
Cinematic story telling
Seiring perkembangan teknologi, kini tulisan, komik, essay foto, bisa diwakili melalui sebuah gambar bergerak. Bisa melalui animasi dan juga melalui tayangan bercerita (sinema). Ini dibuat dengan melibatkan lebih banyak pihak, yakni sebuah tim. Karena harus melibatkan pembuatan skenario cerita, peralatan rekam gambar, dan penyuntingan hasil rekaman.
New visual story telling
Dan yang termutakhir saat ini, visual story telling bisa dilakukan dengan cara mandiri yaitu dengan visual blog atau vlog. Bahkan sudut pandangnya pun bisa langsung dari pencerita atau sudut pandang pertama. Dahulu, karena peralatan rekam ukurannya besar-besar, jarang yang bisa melakukannya secara mandiri. Tapi sekarang, dengan istilah selfie atau wefie, orang-orang sudah bisa membuat sebuah cerita seru, baik cerita dari kejadian atau cerita dari sebuah rekayasa. Melalui vlog, si pencerita bisa terlibat langsung dalam sebuah cerita.
Dari keseluruh jenis story telling, kembali pada tiga hal ini
1. Memiliki passion (minat) terhadap sesuatu,
2. Bisa melihat manfaat dari passion,
2. Keinginan untuk berbagi menceritakan minat itu
No comments:
Post a Comment