Sambil memejamkan mata, pikirannya dia bawa kembali ke tahun 1941 dengan lokasi tepatnya di Karawang, Jawa Barat. Dia mengungkapkan bahwa ada beberapa penerjun payung yang mendarat di area Sungaibuntu, bagian utara Karawang. Mereka ternyata paratrooper atau anggota peleton penerjun payung yang sengaja ditempatkan di teritori musuh.
Musuh? Lalu siapa mereka? "Ya, siapa lagi kalau bukan Jepang. Mereka adalah musuh kita dan kita pun musuh mereka," kata almarhum kakekku, ketika beliau masih mampu berbicara fasih.
Umurnya ketika bercerita 93 tahun, tapi jangan tanya daya ingatnya. Luar biasa! Cerita ini aku dapat pada 2019 tepatnya di momen Idul Fitri tahun itu. Seperti biasa, Angrybow mengabarkan kepada pembaca melalui storytelling singkat ini.
Seperti biasa, setiap Idul Fitri keluarga kami selalu mengupayakan kumpul keluarga --dari mulai saya sebagai generasi anak, ibu saya, anak-anak kami sebagai generasi cucu, dan almarhum kakek sebagai generasi buyut. Kakek adalah satu-satunya generasi buyut yang masih hidup saat itu, karena nenek telah lebih dulu meninggal pada 2017 atau dua tahun sebelumnya.
Foto kakek pada lebaran 2019. Dia adalah ayah dari ibu saya. |
Dan baru tahun ini, 2022, kakek meninggalkan kami selama-lamanya di usia 96 tahun. Hanya doa yang dapat kami iringkan melalui sholat gaib dan dzikir untuk beliau dan nenek ketika berziarah. Tinggallah kenangan yang kami punya dari beliau, terutama tentang kisah-kisah perjuangan saat almarhum masih aktif di TNI AD dan TNI AU. Ya, ada dua matra yang pernah beliau tangani selama bertugas.
Di TNI AD, awalnya kakekku masuk tentara ketika umurnya baru 16 tahun, sebagai mata-mata pejuang petani. Kemudian ketika Jepang masuk, kakek ikut jadi PETA bentukan Jepang. Kemudian dari PETA, kakek direkrut oleh BKR yang kemudian berubah nama jadi TNI. Waktu di TNI AD, kakek menjadi angkatan pertama pasukan khusus. Tapi entah bagaimana, rupanya kakek juga mampu mengoperasikan pesawat tempur. Akhirnya dia dipindahkan menjadi pilot, dan sejak itu hingga pensiun, kakek tercatat sebagai Sersan Kepala TNI AU.
Lahir pada Januari 1926, dari kecil kakek sudah suka dengan aktivitas buang-buang waktu seperti taruhan, berkelahi di pasar, hingga disuruh-suruh belasukan masuk hutan membantu para meneer Belanda yang hobi memburu hewan. Karena itulah kakek bisa mempelajari gerak-gerik yang tidak wajar di lapangan, dengan cepat.
Saya dan almarhum kakek |
Tahun 1941, kala itu Belanda memiliki kota-kota mandiri atau daerah yang dibiarkan mandiri oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), termasuk salah satunya Karawang. Kota yang juga dibiarkan oleh Belanda untuk memiliki pemerintahan sendiri itu, tentunya menjadi daerah yang koordinatif selama pendudukan Belanda, diantaranya dalam hal penyerahan upeti.
"Karena itulah Jepang sengaja menurunkan mata-matanya, untuk mempelajari situasi dan membuat strategi. Akhirnya 1942 di Tarakan, Kalimantan, Jepang bisa mengalahkan Belanda," ungkap kakek. Namun yang menarik ingin aku ketahui adalah apa yang mereka lakukan setelah terjun dan mendarat di Karawang? "Ya, mereka 'kan mirip orang pedagang keturunan Cina mukanya. Sudah gitu, bisa bahasa Cina pula. Jadi mereka di Karawang berdagang, berkongsi dengan pedagang di situ. Tapi sambil dagang, mereka mencuri informasi," tutur kakek.
Namun menurut kakek, datangnya mata-mata Jepang ke Indonesia, sepertinya sudah sejak sebelum 1941, tentunya dengan berbagai kesempatan. "Mungkin ada yang datang dari jalur darat dengan menyamar sebagai investor, pengusaha, atau apapun. Mungkin juga seperti pekerja Cina yang katanya sudah banyak beredar di Indonesia saat ini," ujar kakek merujuk pada isu pekerja Cina yang datang untuk mengerjakan proyek infrastruktur di Indonesia, sejak awal 2019. Tapi apa Cina akan berlaku seperti Jepang jaman dulu? Hmmm, semoga tidak kurasa..
No comments:
Post a Comment