Pada saat Oeang Republik Indonesia (ORI) diciptakan, pemerintah saat itu menjamin, bahwa setiap Rp 10 setara dengan 5 gram emas. Tapi sekarang --bahkan sejak dicetaknya uang baru, apakah kita tahu berapa jaminan nilainya? Secarik kertas Rp (berapapun nilainya), apakah kita yakin bahwa jaminan setara dengan barang yang nyata (riil)? Mari kita breakdown bersama storytelling Angrybow.
Untuk lebih mudahnya, mari kita pahami bersama dalam konteks ini:
Pemilik keping emas vs Pandai emas (gold crafter).
Katakanlah kita adalah pemilik 100 keping emas. Lalu kita titipkan 100 emas itu ke pandai emas. Oleh si pandai emas, titipan kita itu disimpan dalam peti emas. Lalu kita diberikan secarik kertas tanda terima awal, bertuliskan, "Janji Tukar Kembali Emas".
Bulan depan, karena kita sedang memerlukan emas itu, datanglah kita ke si pandai emas untuk mengambil emas. Tapi keperluan kita, cuma 10 keping emas saja. Artinya, kita hanya memerlukan emas kita sebanyak 1/10 dari simpanan total kita yakni 100 keping emas. Dan artinya pula, si pandai emas masih memiliki 9/10 emas kita (90 keping). Lalu dia ambil dari kita, surat perjanjian tanda terima yang lama atau secarik kertas awal bertuliskan "Janji Tukar Kembali Emas". Setelah dia ambil, kita pun diberi yang baru dengan bertuliskan, "Janji Tukar 9/10 Emas".
Bulan depan, pagi hari kita datang ke pandai emas dan memasukkan 10 keping emas. Maka kepingan emas kita kembali menjadi 100 (dari sebelumnya 90 keping, karena sudah kita ambil 10 keping demi keperluan kita). Lalu di sore hari, kita tambah lagi 50 keping. Sehingga emas kita kini adalah 150 keping. Maka mari kita lihat bersama bahwa 100% emas kita, jumlahnya adalah 150 keping.
Si pandai emas, setelah menerima titipan kita sebanyak 150 keping emas, memberikan kita tanda terima baru (menggantikan surat perjanjian yang nilainya 9/10 pada bulan lalu itu). Secarik kertas tanda terima yang baru itu, kini bertuliskan "Janji Tukar Kembali Emas: Nilai 100%".
Nah tapi bagaimana bila kemudian, situasinya jadi begini: secarik kertas tanda terima antara kita yang dikasih oleh si pandai emas itu, malah dijadikan sebagai alat tukar yang sah?
Karena di kertas itu ditulis "Nilai 100%" dengan maksud nilai riil-nya adalah 150 keping emas. Sehingga maksudnya adalah, secarik kertas tersebut nilainya sama dengan 150 keping emas kita.
Dayn
Dalam Islam, secarik kertas tanda terima tersebut -yang berisi jaminan barang berharga, disebut Dayn. Dan sebenarnya, kita tidak dibolehkan menggunakan Dayn sebagai alat tukar transaksi. Lalu kondisi semakin diperparah: bagaimana bila Dayn itu secara sepihak diperbanyak oleh si pandai emas? Karena yang titip emas di si pandai emas itu ternyata banyak, bukan kita saja.
Maka, si pandai emas bisa saja mengesahkan tanda terima kepingan emas kita untuk orang lain. Maksudnya bagaimana? Jadi, emas orang lain dia ambil untuk ditambahkan ke emas punta kita. Dan bim salabim! Secarik kertas kita yang bertuliskan "Janji Tukar Kembali Emas: Nilai 100%" kini menjadi nilai tukar. Lho, apa dasarnya?
Ya, karena si pandai emas menganggap, emas-emas yang ada di brankas emas miliknya, masih akan tersimpan dalam beberapa bulan ke depan alias masih lama ngendap.
Maka karena kita memiliki 150 keping emas, dia bisa saja membuat surat perjanjian bahwa 100% uang kita, nilainya menjadi 200 dalam waktu 1 pekan ke depan. Menarik bukan? Tentunya, kita serasa diiming-imingi penambahan harta.
Dia naikkan nilai jaminannya, tapi caranya bukan dengan menambah jumlah emas milik kita di brankas dia sebanyak 50 keping, sehingga menjadi 200 keping. Tapi dengan memanfaatkan kepingan emas lain milik orang lain, yang juga menitipkannya ke si pandai emas itu.
Caranya begini, emas-emas yang punya orang (yang sama-sama dititipkan ke dia sebanyak 150 keping), dia pinjamkan kepada kita 50 keping. Artinya nilai riil emas milik orang lain itu jadi berkurang. Jumlah emas orang lain itu jadi 100 keping, karena 50 kepingnya dipinjamkan ke kita.
Lalu dia bikinlah pemberitahuan ke orang lain itu bahwa 'uang tersebut akan kembali menjadi jumlah semula, bahkan bertambah 2 keping, pada pekan depan'.
Sedangkan keping emas kita --yang jumlah aslinya 150, akan dia tambah nilainya menjadi 200 selama 1 pekan ke depan. Tapi, kita jadi diberikan sebuah kewajiban. Wah kewajiban apa nih?
Adapun kewajiban itu adalah, setelah pekan depan, si pandai emas meminta agar kita mengembalikannya sebanyak 55 keping emas, alias dengan bunga 5 keping, sebagai bentuk balas jasa. Hah? Balas jasa apa lagi?
Kita akan bahas tentang balas jasa setelah ini. Kembali kepada nilai kepingan emas kita sebesar 150, maka selama sepekan ke depan, nilai kepingan itu menjadi 200 keping. Apa yang kita bisa dapat dari 200 keping emas? Ya, mungkin di zaman itu kita bisa beli kereta kuda yang bagus.
Misalnya harga kereta kuda yang bagus adalah 190 keping emas. Sedangkan kepingan emas kita (riil-nya) hanya 150 saja, yang artinya masih belum bisa untuk membeli kereta kuda baru. Kapan bisa kita beli? Ya harus sabar. Nabung dulu, kerja keras dulu supaya bisa dapat 40 keping emas.
Nah, tapi, dengan ditambah jumlahnya jadi 200 keping (dari kepingan emas orang lain), maka kereta kuda pun dapat terbeli saat itu juga. Inilah yang dimaksud balas jasa.
Balas jasa
Karena dengan nilai 200 tersebut, si pandai emas bisa melihat bahwa orang-orang, biasanya jadi konsumtif jika punya harta banyak dan akhirnya membeli sesuatu. Anggap saja kita beli sebuah kereta kuda yang kita idamkan --yang baru bisa kita beli setelah kita punya 200 keping emas.
Ada spekulasi si pandai emas bermain di situ, bahwa nilai Dayn kita (secarik kertas jaminan) jadi 200. Maka kita ambil kesempatan itu, karena kapan lagi bisa dapat 50 keping emas tanpa harus nabung? Tapi ingat, karena nilai riil keping emas kita hanya 150, maka kita harus mengembalikan 50 (nilai riil punya orang) + 5 (bunga).
Setelah kita berhasil mengembalikan jumlah yang disepakati, yaitu 55 keping emas pada pekan depannya, maka si pandai emas membagi dua. Dia mengembalikan ke pemilik keping emas sebesar 52 keping. Sedangkan 3 keping selisihnya, masuk ke kantung si pandai emas.
Si orang lain itu mendapat bunga 2 keping emas, kita mendapatkan yang kita mau (tapi kena beban bunga), dan si pandai emas cuma modal spekulasi bisa dapat 3 keping emas. Maka mana pihak yang bekerja? Tentunya semua bekerja, hanya saja, yang satu kerjanya nungguin, yang satu kerja keras, yang satu kerjanya spekulasi.
Akhirnya, dengan suksesnya cara itu, maka marak terjadi transaksi melalui cara Dayn. Emas-emas yang ada di brankas si pandai emas, dia bikin menjadi banyak Dayn. Dan akhirnya, tempat penitipan emasnya menjadi sentral penerbitan Dayn.
Berbahayakah cara si pandai emas tersebut? Ya, tentu.
Dalam situasi normal, Dayn harus ditukarkan menjadi emas dahulu sebelum bertransaksi --agar semua berbasiskan sesuatu yang riil. Artinya, transaksinya berdasarkan sesuatu yang nilainya jelas, bukan hanya sebuah kertas yang memiliki maksud. Nilai transaksi, harus sejelas jaminan.
Bagaimana bila komitmen seseorang yang dibebani kewajiban mengembalikan bunga, ternyata tidak terpenuhi? Maka si pandai emas akan dikejar oleh pemilik emas yang dia ambil emasnya (yang dipakai untuk menambah jumlah emas orang yang dia beri kewajiban), karena usahanya tersendat. Dan akhirnya pandai emas, akan memaksa orang yang dikenai kewajiban untuk diambil asetnya.
Bisa juga, kita akan menemukan pandai emas yang licik. Secarik kertas tanda terima dari 100 keping emas yang dititipkan, malah dituliskan sebagai Dayn atas 80 keping. Bahkan untuk mencapai keuntungan lebih banyak lagi, Dayn 100 emas dibilangnya 50 keping. Toh, pemilik emas tidak ada yang tahu kalau emasnya masih ada di dalam brankas atau tidak.
Alhasil, akibat Dayn dibikin jadi alat tukar, terjadilah kekacauan. Nah, bagaimana bila kekacauan itu sifatnya masif atau sangat banyak? Bisa terbayang kacaunya. Sehingga tampak jelas, bila Dayn langsung ditransaksikan, maka situasi jadi tidak normal.
Itulah yang terjadi ketika Dayn diresmikan dan dilindungi undang-undang sebagai alat tukar, dan si pandai emas diberikan kekuasaan mutlak dan independen mencetak Dayn.
Maka yang terjadi adalah banyaknya jenis Dayn yang tidak sesuai nilainya. Dan karena maraknya transaksi Dayn tersebut malah disukai banyak orang, maka tidak ada campur tangan pihak lain dalam mengawasi. Dan juga tidak ada yang menindak si pandai emas selaku sentral penerbit Dayn, ketika terjadi kekacauan atau fraud.
Lalu apa yang akan terjadi? Masalah selanjutnya yang ditakutkan adalah keruntuhan ekonomi massal yang sistemik satu sama lain, yang saling berkaitan. Bagaimana bisa terjadi? Ya, karena dosa pertama telah dilanggar, yakni tidak dibolehkannya Dayn dijadikan alat tukar transaksi. Karena pasti akan muncul Dayn lainnya. Dan ketika harus dicairkan bersamaan, hanya ada 1 Dayn yang benar-benar bernilai. Itulah bahaya spekulasi dalam sistem keuangan.
Dosa kedua, karena Dayn sebenarynya adalah bentuk komitmen antara pemilik dan yang diamanahkan. Menjadikan Dayn sebagai alat tukar, sama dengan memaksa publik mencampuri komitmen internal. Dosa ketiga, karena mempermainkan Dayn dalam bentuk riba. Dayn atas 100 emas, selamanya harus bernilai 100. Tak boleh dikurangi atau dilebihkan.
Hancurnya perekonomian hanyalah bagian kecil dari sistem riba akibat Dayn dijadikan alat tukar. Yang lebih parah adalah habisnya eksploitasi sumberdaya, oleh sesuatu yang tidak ada nilainya..
No comments:
Post a Comment