Di tingkat peneliti dan ahli riset, vaksin mRNA (Pfizer dan Moderna) merupakan salah satu vaksin yang memiliki cara brilian dalam memberangus virus COVID-19.
Kenapa?
Yang patut dipahami terlebih dahulu adalah bahwa tubuh kita memiliki sistem imun (pertahanan) dan ini penting untuk diketahui. Karena pada dasarnya, sel imun tubuh kita akan menyerang apapun benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Bila sistem imun tubuh melihat ada protein yang masuk atau ada virus, bakteri, apapun yang tidak dikenali (masuk ke dalam tubuh), maka dia (sistem imun) akan meluncurkan serangan perlindungan.
Dan ketika sistem imun sedang melakukan perlawanan terhadap virus, maka tubuh membutuhkan waktu beberapa saat untuk melakukan penyerangan maksimal. Tubuh memerlukan waktu untuk mengetahui tentang apa saja struktur virus yang patut dia serang atau ditaklukkan. Biasanya membutuhkan waktu beberapa hari.
Sementara di dalam tubuh, di sela waktu sistem imun tubuh sedang mempelajari struktur virus yang merangsek, si virus itu sendiri melakukan replikasi dan berkembang biak. Dan ketika sistem imun tubuh selesai memahami apa yang harus diserang, berperanglah mereka melawan virus yang sudah berbiak di dalam tubuh. Virus pun dihajar dari sana dan sini, hingga akhirnya sistem pertahanan tubuh menang. Lalu dia mencatatkan kemenangannya atas virus.
Dan, Selamat! Tubuh kita telah berhasil mencatat seluruh kelemahan musuh. Yang mencatat rincian data kelemahan musuh itu adalah memori sistem imun atau kita sebut saja Humas Imun. Sehingga suatu saat, ketika virus yang semirip itu datang kembali ke dalam tubuh, maka Humas Imun pun memberitahu pihak komando sistem imun, "Hey, ini si Bangsat balik lagi kesini nih! Tuh mereka di situ!"
Mendengar berita itu, para prajurit sistem imun langsung mengambil peralatan perang mereka. Dengan dibekali ingatan yang kuat atas data-data kelemahan musuh, mereka pun menghancurkan setuntas-tuntasnya virus tersebut, bahkan sebelum mereka mereplikasi diri. Maka sudah paham ya, bahwa sistem imun tubuh kita sedemikian hebat strategi perangnya.
Kembali ke vaksin, para peneliti melihat bahwa virus COVID-19 ternyata di lapisan luarnya terdapat protein. Dan para peneliti yakin bahwa protein tersebut bisa menjadi sebuah objek. Nah diambillah objek protein itu oleh para peneliti. Nantinya, objek itu bisa menjadi bahan bagi Humas Imun tubuh, ibaratnya fotokopian berita, untuk disebarkan ke sistem imun tubuh.
Dan ternyata, memang, bahwa protein adalah unsur penting bagi virus COVID-19. Karena dengan protein tersebut, virus COVID-19 bisa dengan mudah merangsek ke dalam sel tubuh. Sehingga dengan dimilikinya protein tersebut, si virus COVID-19 ini tampilannya jadi lebih sangar. Nah tapi, bagi peneliti, kesangaran tersebut malah jadi inspirasi. Kurang lebih insipirasi begini :
"Nah ini dia nih protein yang bisa bikin si COVID-19 jadi kelihatan sangar. Biarin aja, kita bikin dia malah kelihatan kayak bangsat di mata para prajurit sistem imun tubuh. Nanti biar sistem imun tubuh menghajar si bangsat ini."
Paham sudah ya, bahwa yang dijadikan bahan vaksin bukan virusnya, tapi protein virusnya. Ibaratnya seperti membikin topeng muka bohongan, yang kelihatan mirip aslinya. Dan bagaimana cara mengambil protein dari sang virus?
Di dalam tubuh virus COVID-19 itu sendiri, terdapat DNA yang berisi kode-kode aktivitas mereka. Apa fungsi DNA? Fungsi DNA, salah satunya untuk membuat protein.
Maka para peneliti kemudian melihat ke dalam DNA. Ternyata, terdapat rancangan kode-kode DNA di dalamnya. Nah, di sinilah intinya. Dari kode tersebut, para peneliti yang luar biasa ini akhirnya membuat semacam blueprint untuk membikin protein, kita kasih nama saja "Si Bangsat COVID".
Paham sudah ya? Dari virus itu sendiri, para peneliti melihat ada protein. Dari tubuh si virus ada DNA. Dari DNA terdapat kode-kode genetik. Dari kode itulah nantinya peneliti membuat rancangan protein 'topeng' yang sama-sama kita sepakati namanya "Si Bangsat COVID".
Bagaimana cara sel membikin Si Bangsat COVID? Begini. Sel virus akan membawa DNA tersebut untuk keperluannya memperbanyak diri. Karena sel virus juga butuh blueprint untuk berkreasi. Kemudian oleh sel virus, DNA tersebut diterjemahkan menjadi mRNA. Nah mRNA inilah yang tidak lain kita sebut sebagai Buku Pintar sel. Tanpa mRNA, sel virus tidak punya petunjuk untuk berkreasi. Dengan memiliki Buku Pintar bernama mRNA itu, sel pun berubah menjadi penjahat kreatif.
Para peneliti tak boleh kalah kreatif. Apa yang bisa dilakukan? Mereka menculik blueprint atau Buku Pintar dari sel virus, yang menjadi modal utama mereka dalam memproduksi protein "Si Bangsat COVID". Kemudian oleh peneliti, blueprint itu dibikin menjadi versi mRNA tiruan. Tapi sekali lagi, para peneliti hanya mengambil blueprint-nya saja, bukan virusnya. Para peneliti membuat mRNA tersebut seolah menjadi fotokopian Buku Pintar untuk membuat Si Bangsat COVID.
Jadi, sekali lagi, bukan virusnya yang diambil untuk menjadi vaksin, melainkan hanya blueprint-nya saja, Buku Pintar-nya saja. Kemudian itu dikembangkan menjadi mRNA untuk menjadi Buku Pintar Bajakan. Nah mRNA bajakan ini lah yang akan disuntikkan ke tubuh. Sampai pada tahap ini, kita sudah memiliki unsur pencegahannya.
Dengan modal Buku Pintar Bajakan tersebut, lalu disuntikkanlah ke tubuh seseorang. Di dalam tubuh, ada Humas Imun. Terlihat dengan jelas oleh si Humas Imun bahwa ada protein yang mirip dengan Si Bangsat COVID? Humas Imun selanjutnya memerintahkan divisi lain di sistem imun tubuh, untuk bertindak. Tindakannya adalah mengintai dan meng-capture wujud protein itu. Kita sebut saja divisi itu sebagai divisi Content Creator yang akan ditugaskan membuat replika. Maka oleh Content Creator dibikinlah replika Si Bangsat COVID secukupnya.
Setelah berhasil dibikin oleh divisi Content Creator, tiruan Si Bangsat COVID ini pun dihadapkan ke para prajurit sistem imun tubuh. Ya namanya prajurit, pasti selalu siap sedia menghajar semua yang dianggap asing. Sehingga para prajurit pun mengatakan, "Woi! Loe siapa? Pada ngapain loe di sini? Hei pasukan! Tembak ditempaat!"
Dan akhirnya, hancurlah para protein Si Bangsat COVID tersebut di tangan para prajurit sistem imun tubuh. Para prajurit sistem imun tubuh, seperti biasa, setelah menang perang mereka lapor ke Humas Imun bahwa perang telah dimenangkan. Dan mereka sudah mengantongi data-data rincian musuh.
Memang, selama peperangan tersebut, tubuh akan mengalami reaksi-reaksi tertentu. Seperti pegal, linu, bahkan mungkin agak demam. Namun itu sifatnya hanya sebentar saja.
Dan inilah bagian terpentingnya, bahwa para prajurit dan Humas Imun telah memegang data-data yang diambil dari mayat-mayat Si Bangsat COVID tiruan tersebut. Tubuh masih butuh waktu untuk mencatat data-data protein tersebut, agar terekam secara baik oleh Humas Imun dan para prajurit sistem imun tubuh.
Apa yang terjadi? Kita sudah mengetahui bersama bahwa vaksin yang disuntikkan ke dalam tubuh bukan virus yang dinonaktifkan, melainkan jenis mRNA dari virus. Yang kemudian mRNA itu dijadikan replika Si Bangsat COVID. Setelah para protein tiruan yang mirip aslinya itu dihajar oleh prajurit sistem imun, berarti kandungan vaksin di tubuh sudah tidak ada lagi bukan? Apa dong yang tersisa? Yang tersisa hanyalah rekaman tentang rincian Si Bangsat COVID.
Maka dalam tubuh kita pun tidak ada lagi jejak fisik vaksin, yang ada hanya catatan lengkap tentang protein tersebut yang akan diingat sepanjang masa. Suatu saat, ketika tubuh kita kemasukan virus COVID-19 dengan unsur-unsur protein yang sudah dikenali dari catatan tersebut, maka Humas Imun -yang selalu siap siaga memonitor, akan melihat dengan penuh curiga dan mengatakan,
"Eh buset, loe pada becanda apa ya? Si Bangsat COVID ini kok berani-beraninya datang lagi kemari? Padahal kemarin kan udah kita berangus? (Padahal yang kemarin diberangus adalah replika doang, bukan virus asli) Ya udah, kita hajar lagi! Serang langsung ke pusat pertahanannya berdasarkan catatan lengkap kita kemarin!"
Humas Imun pun memberitahukan ke pusat komando sistem imun tubuh tentang kedatangan para dargombes tersebut. Lalu oleh pusat komando, perintah pun keluar, "Prajurit! Sikat habis lagi tuh para bangsaat!" Dan akhirnya virus beneran alias virus asli itu dihajar habis-habisan.
Jadi perhatikan, bahwa yang membuat tubuh menjadi imun terhadap COVID-19 bukan karena metode virus non aktif, tapi metode yang brilian, yakni melalui data yang tercatat (dari tiruan protein virus) tanpa harus mendatangkan virus itu sendiri.
Virus-virus pun dihancurkan berdasarkan catatan itu, bahkan sebelum mereka sempat melakukan replikasi dan menyebabkan kita sakit. Dan sekali lagi, Selamat! Anda sudah kebal terhadap COVID.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana bila virus itu datang lagi tapi dalam bentuk mutasi? Dia tidak lagi datang dengan 'logo' berbentuk Protein Bangsat COVID alias ganti logo?
Ya selama logonya dibikin oleh protein, tetap saja sistem imun bisa menghancurkannya sehingga kemungkinan kita menjadi sakit oleh virus mutan tersebut, kecil.
No comments:
Post a Comment