1. Passing grade
Dari yang paling awal dulu nih. Masuk perguruan tinggi negeri (PTN) tentunya idaman setiap calon mahasiswa (entah sekarang, tapi dulu iya). Karena bisa banyak menghemat pengeluaran orang tua dan menjadi sebuah prestise tersendiri. Di era '90s ada istilah passing grade yang bila disebut, terdengar seperti intimidasi tersendiri bagi para calon mahasiswa yang akan ikut tes masuk. Karena setiap PTN memiliki passing grade tersendiri yang harus 'dijebol' para calon mahasiswa. Tercatat saat itu Teknik Informatika ITB adalah kampus dengan passing grade paling tinggi di antara yang lain. Sehingga mereka yang bisa lolos masuk TI-ITB bisa dibilang keturunan Einstein, apalagi anak Jakarta lolos TI-ITB, suka dibilang anak ajaib.
2. Nama tes masuk PTN
Tahun '80an sampai awal '90an ada yang namanya SIPENMARU alias Seleksi Penyaringan Mahasiswa Baru. Tapi sepertinya (belum terkonfirmasi) sekarang sudah mulai lagi ada nama Sipenmaru di beberapa kampus. Kemudian di pertengahan 1990 sampai menjelang 2005 ada yang namanya UMPTN atau Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
Andalan jelang ujian |
Sistem UMPTN ini sedikit berubah dari SIPENMARU karena memasukkan tes Bahasa Inggris ke dalam materi ujian, dengan alasan banyak mahasiswa PTN yang pasca lulus dan bekerja di perusahaan, kemampuan Bahasa Inggris mereka jeblok. Setelah UMPTN, berubah jadi SPMB, lalu berubah lagi jadi SMPTN, dan entah apa lagi namanya yang terbaru.
3. SDSB
Untuk yang angkatannya di awal-awal tahun 1990 pasti pernah dengar nama SDSB atau Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Ini memang bukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis, tapi ini fenomenal karena banyak mahasiswa yang berkontribusi di sini.
3. SDSB
Untuk yang angkatannya di awal-awal tahun 1990 pasti pernah dengar nama SDSB atau Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Ini memang bukan sesuatu yang berhubungan dengan akademis, tapi ini fenomenal karena banyak mahasiswa yang berkontribusi di sini.
Kupon SDSB ini mirip voucher. Didalamnya terdapat nomer seri dan angka. Angka-angka dalam kupon ini ada 7 angka acak. Tidak perlu harus cocok 7 angka, karena dengan cocok 2 angka terakhir saja sudah mendapat hadiah uang. Kupon SDSB ini resmi dan legal karena diselenggarakan oleh pemerintah di bawah kementrian sosial di era tahun 80-an, dan dapat dibeli di agen-agen penjualan resmi yang ada di daerah maupun sub agen-sub agen di pinggir jalan. Jenis kupon SDSB yang dijual ada 2 macam. Pertama, kupon dijual terbuka bebas memilih angka-angka mana saja. Yang kedua, kupon tertentu yang dijual di dalam amplop putih tertutup, yang tidak diketahui berapa angka-angka yang tertera di kupon tersebut. Kemudian kupon diundi, dan diumumkan sekali dalam seminggu yaitu Rabu malam dengan jam yang sama. Pengundian ini bahkan ditayangkan di saluran televisi, TVRI waktu itu.
4. Demonstrasi tukeran kancing
Nah ini bisa dibilang legendaris karena hanya terjadi pada para mahasiswa yang kuliah di rentang tahun 1993-1997 yaitu Era Reformasi. Peristiwa ini sebenarnya hanyalah selingan para aktivis, sebagai tanda kenangan brotherhood atau sisterhood, setelah ikut demonstrasi di tahun 1998. Karena pada saat itu, sejak Mei 1998 hingga awal 2000 banyak terjadi unjuk rasa mahasiswa. Mei 1998 adalah puncak kegiatan demonstrasi mahasiswa, dimana saat itu terjadi pergantian rezim karena Presiden kedua Indonesia, Soeharto lengser. Setelah demonstrasi Mei 1998, bermunculan demo-demo lainnya di Jakarta, seperti pembubaran dwifungsi, pembentukan kementerian, demo ini, demo itu, yang menghadirkan kampus-kampus se-Indonesia. Nah di situlah terjadi aksi tukar kancing jas almamater, antara mahasiswa di Jakarta dengan peserta demo dari Makassar, Ambon, Aceh, Medan, Surabaya, dan lainnya.
5. Makan seporsi Rp 1.000,-
Ini terakhir terjadi pada menjelang akhir 1998. Memasuki 1999 sudah tidak ada lagi warung makan yang menjual nasi, ayam/ikan/daging sapi, sayur, dan segelas air putih seharga Rp 1.000. Bahkan di tahun 1997 masih ada yang menjual gorengan pisang, tahu, bakwan, seharga Rp 150 dua biji alias Rp 75,-/biji.
6. Wesel pos
Ini masih terjadi hingga di akhir tahun 1995, yaitu mahasiswa yang mengantri wesel pos di kantor perwakilan pos atau kantor pos besar terdekat. Karena mahasiswa dahulu belum dibekali oleh kartu tarik tunai (ATM), maka andalan mereka adalah wesel pos dan buku tabungan. Untuk yang orang tuanya karyawan swasta, biasanya mahasiswa mengambil uang kiriman bulanan lewat buku rekening bank. Namun bagi yang orang tuanya pekerja tidak tetap, petani, atau pegawai negeri, mereka mengambil uang kiriman bulanan melalui wesel pos.
7. Angkot gaul
Karena di era '90an belum banyak orang yang bisa memiliki mobil dan juga motor dengan mudah, entah mungkin karena penghasilan masih pas-pasan atau fasilitas kredit kendaraan masih belum se-gila-gilaan saat ini.
Maka pilihan paling utama adalah angkot yang nyaman. Banyak angkot-angkot yang reyot, penyok sana-sini yang sepi penumpang lantaran para mahasiswa ogah naik. Apalagi mereka yang pacaran. Sudah pasti angkot gaul dengan suara musik dan lagu yang indah, akan menjadi rebutan, karena ongkosnya sama saja dengan angkot butut.
8. Antri wartel
Untuk yang beraktivitas tinggi, warung telekomunikasi alias wartel menjadi tempat nongkrong utama. Wartel menjawab kebutuhan komunikasi jarak jauh karena telfon umum tidak mampu memberikan komunikasi solusi jarak jauh.
Setiap wartel memiliki KBU (entah apa singkatannya, ada yang bilang kamar bicara umum) bahkan ada yang sampai 15 KBU untuk sambungan lokal, interlokal atau SLJJ, dan internasional atau SLI. Bagi mahasiswa yang ingin berkomunikasi dengan keluarga, atau yang hobi ngobrol, ingin kenalan, dan mungkin pacaran jarak jauh, wartel adalah dambaan langkah mereka.
9. Warnet, SMS, dan 2 detik-an
Kalau sekarang komunikasi sangat mudah melalui WhatsApp (WA) tidak halnya dengan jaman dulu. Dari pada antri panjang di wartel dan harus bayar mahal seiring waktu yang digunakan, mending janjian ketemu di dunia maya lewat mIRC Chat. Ini adalah fasilitas chatting pertama kali bagi para mahasiswa '90s yang kemudian berkembang menjadi YM! lalu BBM, dan akhirnya WA. Selain warnet, urusan komunikasi juga dilakukan lewat SMS antar provider. Jaman dulu belum ada SMS yang bisa dilakukan antar operator, sehingga bila ingin lancar komunikasi SMS, maka mereka janjian beli nomor operator yang sama. Kemudian urusan komunikasi ini juga dipermudah oleh operator, dengan cara menelfon selama 2 detik saja. Hal ini supaya tidak terjadi biaya telfon satu sama lain alias gratis. Jaman dulu ada istilah airtime, yaitu beban biaya telfon, bila telfon rumah menerima sambungan komunikasi ponsel.
4. Demonstrasi tukeran kancing
Nah ini bisa dibilang legendaris karena hanya terjadi pada para mahasiswa yang kuliah di rentang tahun 1993-1997 yaitu Era Reformasi. Peristiwa ini sebenarnya hanyalah selingan para aktivis, sebagai tanda kenangan brotherhood atau sisterhood, setelah ikut demonstrasi di tahun 1998. Karena pada saat itu, sejak Mei 1998 hingga awal 2000 banyak terjadi unjuk rasa mahasiswa. Mei 1998 adalah puncak kegiatan demonstrasi mahasiswa, dimana saat itu terjadi pergantian rezim karena Presiden kedua Indonesia, Soeharto lengser. Setelah demonstrasi Mei 1998, bermunculan demo-demo lainnya di Jakarta, seperti pembubaran dwifungsi, pembentukan kementerian, demo ini, demo itu, yang menghadirkan kampus-kampus se-Indonesia. Nah di situlah terjadi aksi tukar kancing jas almamater, antara mahasiswa di Jakarta dengan peserta demo dari Makassar, Ambon, Aceh, Medan, Surabaya, dan lainnya.
5. Makan seporsi Rp 1.000,-
Ini terakhir terjadi pada menjelang akhir 1998. Memasuki 1999 sudah tidak ada lagi warung makan yang menjual nasi, ayam/ikan/daging sapi, sayur, dan segelas air putih seharga Rp 1.000. Bahkan di tahun 1997 masih ada yang menjual gorengan pisang, tahu, bakwan, seharga Rp 150 dua biji alias Rp 75,-/biji.
6. Wesel pos
Ini masih terjadi hingga di akhir tahun 1995, yaitu mahasiswa yang mengantri wesel pos di kantor perwakilan pos atau kantor pos besar terdekat. Karena mahasiswa dahulu belum dibekali oleh kartu tarik tunai (ATM), maka andalan mereka adalah wesel pos dan buku tabungan. Untuk yang orang tuanya karyawan swasta, biasanya mahasiswa mengambil uang kiriman bulanan lewat buku rekening bank. Namun bagi yang orang tuanya pekerja tidak tetap, petani, atau pegawai negeri, mereka mengambil uang kiriman bulanan melalui wesel pos.
7. Angkot gaul
Karena di era '90an belum banyak orang yang bisa memiliki mobil dan juga motor dengan mudah, entah mungkin karena penghasilan masih pas-pasan atau fasilitas kredit kendaraan masih belum se-gila-gilaan saat ini.
Maka pilihan paling utama adalah angkot yang nyaman. Banyak angkot-angkot yang reyot, penyok sana-sini yang sepi penumpang lantaran para mahasiswa ogah naik. Apalagi mereka yang pacaran. Sudah pasti angkot gaul dengan suara musik dan lagu yang indah, akan menjadi rebutan, karena ongkosnya sama saja dengan angkot butut.
8. Antri wartel
Untuk yang beraktivitas tinggi, warung telekomunikasi alias wartel menjadi tempat nongkrong utama. Wartel menjawab kebutuhan komunikasi jarak jauh karena telfon umum tidak mampu memberikan komunikasi solusi jarak jauh.
Setiap wartel memiliki KBU (entah apa singkatannya, ada yang bilang kamar bicara umum) bahkan ada yang sampai 15 KBU untuk sambungan lokal, interlokal atau SLJJ, dan internasional atau SLI. Bagi mahasiswa yang ingin berkomunikasi dengan keluarga, atau yang hobi ngobrol, ingin kenalan, dan mungkin pacaran jarak jauh, wartel adalah dambaan langkah mereka.
9. Warnet, SMS, dan 2 detik-an
Kalau sekarang komunikasi sangat mudah melalui WhatsApp (WA) tidak halnya dengan jaman dulu. Dari pada antri panjang di wartel dan harus bayar mahal seiring waktu yang digunakan, mending janjian ketemu di dunia maya lewat mIRC Chat. Ini adalah fasilitas chatting pertama kali bagi para mahasiswa '90s yang kemudian berkembang menjadi YM! lalu BBM, dan akhirnya WA. Selain warnet, urusan komunikasi juga dilakukan lewat SMS antar provider. Jaman dulu belum ada SMS yang bisa dilakukan antar operator, sehingga bila ingin lancar komunikasi SMS, maka mereka janjian beli nomor operator yang sama. Kemudian urusan komunikasi ini juga dipermudah oleh operator, dengan cara menelfon selama 2 detik saja. Hal ini supaya tidak terjadi biaya telfon satu sama lain alias gratis. Jaman dulu ada istilah airtime, yaitu beban biaya telfon, bila telfon rumah menerima sambungan komunikasi ponsel.